Makalah Dasar-Dasar MIPA " Masalah Tujuan Pendidikan"
Diposting oleh
Unknown
|
BAB I
PENDAHULUAN
A.
LATAR BELAKANG
Pendidikan nasional telah
diatur dan didefinisikan dalam Undang-undang Sistem Pendidikan Nasional (UU Sisdiknas) nomor 20 tahun
2003. Dalam UU tersebut pendidikan didefinisikan sebagai usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan
suasana belajar dan proses pendidikan agar peserta didik secara aktif
mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan,
pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan
yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara. Selain itu, dijelaskan
pulabahwa Pendidikan nasional
bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang
beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat,
berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis
serta bertanggung jawab.
Namun sampai saat ini tujuan
pendidikan nasional tersebut belum tercapai, salah satunya aspek kemandirian.
Berdasarkan data survey tenaga kerja nasional 2009 yang dikeluarkan Bappenas,
dari 21,2 juta masyarakat Indonesia yang masuk dalam angkatan kerja, sebanyak
4,1 juta atau 22,2 % menganggur. Yang lebih mengejutkan lagi pengangguran
didominasi oleh lulusan diploma dan perguruan tinggi dengan kisaran diatas 2
juta orang. Hal ini mencerminkan gagalnya sistem pendidikan kita dalam
menciptakan individu yang mandiri sesuai dengan tujuan pendidikan nasional.
Dari sinilah penulis mencoba untuk membahas lebih dalam mengenai tujuan pendidikan di Indonesia dan problematika nya.
B.
RUMUSAN MASALAH
Rumusan masalah dalam makalah ini adalah sebagai berikut :
1.
Apa tujuan pendidikan?
2.
Masalah apa yang menyangkut tujuan pendidikan
Indonesia?
3.
Apa penyebab belum tercapainya tujuan pendidikan
nasional di Indonesia?
C.
TUJUAN
·
Tujuan
Tujuan dari penulisan makalah ini adalah sebagai berikut :
1.
Untuk mengetahui tujuan pendidikan.
2.
Untuk mengetahui masalah apa yang menyangkut tujuan
pendidikan nasional di Indonesia.
3.
Untuk mengetahui penyebab belum tercapainya tujuan
pendidikan nasional di Indonesia.
·
Manfaat
Dari penulisan ini diharapkan mendatangkan manfaat berupa penambahan
pengetahuan serta wawasan penulis kepada pembaca tentang keadaan pendidikan
sekarang ini sehingga kita dapat mencari solusinya secara bersama agar
pendidikan di masa yang akan dapat meningkat baik dari segi kualitas maupun
kuantitas yang diberikan.
BAB II
LANDASAN TEORI
Menurut sejarah bangsa
Yunani, tujuan pendidikannya ialah ketentraman.Sedangkan menurut Islam, tujuan
pendidikan ialah membentuk manusia supayasehat, cerdas, patuh, dan tunduk
kepada perintah Tuhan serta menjauhi larangan-larangan-Nya (Ahmadi,1991:99).
Tujuan pendidikan nasional
adalah mencerdaskan kehidupan bangsa dan mengembangkan
manusia Indoensia seutuhnya, yaitu manusia yang beriman dan bertaqwa terhadap
Tuhan Yang Maha Esa dan berbudi pekerti luhur, memiliki pengetahuan dan
keterampilan, kesehatan jasmani dan rohani, kepribadian yang mantap dan mandiri
serta rasa tanggung jawab kemasyarakatan dan kebangsaan.
Tujuan Pendidikan Nasional
Dalam UUD 1945 (Versi Amandemen)
·
Pasal 31, ayat 3 menyebutkan, “Pemerintah mengusahakan
dan menyelenggarakan satu sistem pendidikan nasional, yang meningkatkan
keimanan dan ketakwaan serta ahlak mulia dalam rangka mencerdaskan kehidupan
bangsa, yang diatur dengan undang-undang.”
·
Pasal 31, ayat 5 menyebutkan, “Pemerintah memajukan
ilmu pengetahuan dan teknologi dengan menunjang tinggi nilai-nilai agama dan
persatuan bangsa untuk kemajuan peradaban serta kesejahteraan umat manusia.”
Tujuan
Pendidikan Nasional dalam Undang-Undang No.20, Tahun 2003
“Jabaran UUD 1945
tentang pendidikan dituangkan dalam Undang-Undang No. 20, Tahun 2003. Pasal 3
menyebutkan, “Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan
membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka
mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta
didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha
Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi
warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab.”
Tujuan Pendidikan Menurut UNESCO
Dalam
upaya meningkatkan kualitas suatu bangsa, tidak ada cara lain kecuali melalui
peningkatan mutu pendidikan. Berangkat dari pemikiran itu, Perserikatan
Bangsa-Bangsa (PBB) melalui lembaga UNESCO (United Nations, Educational,
Scientific and Cultural Organization) mencanangkan empat pilar pendidikan baik
untuk masa sekarang maupun masa depan, yakni: (1) learning to Know, (2)
learning to do (3) learning to be, dan (4) learning to live together. Dimana
keempat pilar pendidikan tersebut menggabungkan tujuan-tujuan IQ, EQ dan
SQ.
BAB III
PEMBAHASAN
Pendidikan merupakan aspek
pokok bagi kehidupan suatu bangsa. Kondisi bangsa di masa datang, sangat
dipengaruhi oleh paradigma berfikir masyarakatnya yang terbentuk melalui suatu
proses pendidikan. Proses pendidikan yang terarah akan membawa bangsa ini
menuju peradaban yang lebih baik. Sebaliknya proses pendidikan yang tidak
terarah, hanya akan menyita waktu, tenaga, serta dana tanpa ada hasil. Dengan
demikian sistem pendidikan sebagai implementasi pendidikan nasional sangat
menentukan maju mundurnya bangsa ini.
Pendidikan nasional telah diatur dan didefinisikan
dalam Undang-undang Sistem Pendidikan Nasional (UU Sisdiknas) nomor 20 tahun
2003. Dalam UU tersebut pendidikan didefinisikan sebagai usaha sadar dan
terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pendidikan agar peserta
didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan
spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia,
serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara.
Selain itu, dijelaskan pulabahwa Pendidikan nasional bertujuan untuk
berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan
bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap,
kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung
jawab.
Namun sampai
saat ini tujuan pendidikan nasional tersebut belum tercapai, salah satunya
aspek kemandirian. Berdasarkan data survey tenaga kerja nasional 2009 yang
dikeluarkan Bappenas, dari 21,2 juta masyarakat Indonesia yang masuk dalam
angkatan kerja, sebanyak 4,1 juta atau 22,2 % menganggur. Yang lebih
mengejutkan lagi pengangguran didominasi oleh lulusan diploma dan perguruan
tinggi dengan kisaran diatas 2 juta orang. Hal ini mencerminkan gagalnya sistem
pendidikan kita dalam menciptakan individu yang mandiri sesuai dengan tujuan
pendidikan nasional.
Tujuan
Pendidikan Nasional adalah mencerdaskan kehidupan bangsa dan mengembangkan
manusia Indoensia seutuhnya, yaitu manusia yang beriman dan bertaqwa terhadap
Tuhan Yang Maha Esa dan berbudi pekerti luhur, memiliki pengetahuan dan
keterampilan, kesehatan jasmani dan rohani, kepribadian yang mantap dan mandiri
serta rasa tanggung jawab kemasyarakatan dan kebangsaan.
Dengan adanya pendidikan, maka
akan timbul dalam diri seseorang untuk berlomba-lomba dan memotivasi diri
kita untuk lebih baik dalam segala aspek kehidupan. Pendidikan merupakan
salah satu syarat untuk lebih memajukan pemrintah ini, maka usahakan
pendidikan mulai dari tingkat SD sampai pendidikan di tingkat Universitas.
Pada intinya pendidikan itu
bertujuan untuk membentuk karakter seseorang yang beriman dan bertakwa kepada
Tuhan Yang Maha Esa. Akan tetapi disini pendidikan hanya menekankan pada
intelektual saja, dengan bukti bahwa adanya UN sebagai tolak ukur keberhasilan
pendidikan tanpa melihat proses pembentukan karakter dan budi pekerti anak. Lihat saja
kualitas pendidikan kita hanya diukur dari ijazah yang kita dapat. Padahal
sekarang ini banyak ijazah yang dijual dengan mudahnya dan banyak pula yang
membelinya (baik dari masyarakat ataupun pejabat-pejabat).
Salah
satu faktor yang menyebabkan tidak tercapainya tujuan pendidikan di Indonesia
ini adalah kesalahan pada sistem pendidikan. Disadari atau tidak, sistem pendidikan di negara
kita masih mengedepankan segi kognitif. Penghargaan bagi anak yang pintar di
bidang matematika lebih tinggi daripada anak yang berprestasi di bidang lain
seperti olahraga dan seni. Perbedaan perlakuan ini, akan menyebabkan sang anak
merasa bahwa potensinya kurang dihargai. Sehingga ia mulai mencoba bidang yang
sebetulnya kurang ia minati. Dengan berjalannya waktu, maka potensi dan bakat
yang ada pada dirinya tidak terasah dan tidak akan berguna.
Pelajaran yang terus
menerus melatih kognitif ini, diperparah dengan penanaman soft skills yang
rendah. Kurangnya soft skills, meyebabkan mayoritas lulusan pendidikan kita
tidak dapat bersaing dengan lulusan pendidikan luar negeri. Menurut Sudino
dalam Latief (2010), Berdasarkan kemampuan teknis sesuai bidang akademis
masing-masing, lulusan perguruan tinggi Indonesia memang tidak kalah, bahkan
berani diadu. Namun, justru hal-hal nonteknis, seperti kemampuan berbicara di
depan orang banyak, rasa percaya diri, dan interaksi terhadap perubahan dengan
cepat, lulusan kita masih payah.
Sistem pendidikan kita juga
cenderung menyamaratakan kemampuan anak. Padahal setiap anak memiliki daya
serap yang berbeda. Selain itu, setiap individu memiliki tipe tersendiri dalam
memahami sesuatu. Ada yang lebih cepat dengan mendengar, melihat, dan melakukan
sendiri. Jika terus menerus disamaratakan, akan timbul rasa kurang percaya diri
pada anak yang tidak cocok dengan sistem pengajaran guru. Bahkan sang anak bisa
menganggap dirinya bodoh.
Sistem kelulusan melalui
Ujian Nasional (UN) juga sangat kontroversial. Banyak siswa berprestasi yang
tidak lulus UN. Seperti kasus yang baru saja terjadi pada tahun 2009 di
Sulawesi, ketika 2 siswa yang berhasil mengharumkan nama sekolahnya di tingkat
provinsi dalam bidang pencak silat dan voli, gagal lulus UN. Sedangkan
anak-anak yang dalam kesehariannya biasa-biasa saja, tidak jarang yang
mendapatkan nilai UN yang tinggi. Hal ini mencerminkan bahwa UN tidak bisa
menjadi tolak ukur bagi kelulusan peserta didik.
Selain itu dengan sistem
UN, terkesan terjadi robotisasi pendidikan. Para siswa terbiasa mengejar
nilai-nilai semu. Pembelajaran yang dilakukanpun akhirnya hanya mengarah untuk
meyelesaikan soal. Tidak ada proses belajar yang menyebabkan siswa berfikir
kreatif dan aktif. Siswa menuruti apa saja yang diberikan oleh guru. Bahkan
guru yang mencoba tampil beda untuk mendesain pembelajaran yang lebih
inovatif dan kreatif tidak mendapatkan ruang. Melalui instruksinya, para
pengambil kebijakan memosisikan guru sebagai “tukang sulap” yang harus
menjadikan para siswa didik sebagai penghafal kelas satu yang bisa dengan jitu
menjawab soal-soal PG dalam UN.
Jika hal ini terus
berlanjut, bukan mustahil jika lulusan pendidikan kita akan mengalami
pengerdilan kecerdasan. Cara berpikir pragmatis akan menjadi pilihan gaya
hidup sehingga gagal mengapresiasi budaya proses dalam menggapai cita-cita dan
harapan. Yang lebih menyedihkan, fakta-fakta nilai UN selama ini menunjukkan,
anak-anak berotak cemerlang seringkali terkebiri oleh anak-anak berotak
pas-pasan. Siswa yang dalam kesehariannya (nyaris) tak menunjukkan prestasi
mengagumkan, justru memperoleh nilai yang jauh lebih baik dibandingkan siswa
berprestasi menonjol dan berotak brilian (Tuhusetya, 2010).
Selain fakta-fakta
tersebut, kekacauan sistem pendidikan Indonesia tidak terlepas dari sering
bergantinya kurikulum. Terkadang tujuan dari satu kurikulum belum tercapai,
sudah ada kurikulum pengganti yang lain. Hal ini terjadi seiring dengan
bergantinya presiden dan menteri. Padahal pendidikan bukanlah milik presiden
beserta jajarannya. Harus ada sebuah keberlanjutan dari program menteri
terdahulu dengan menteri yang akan menjabat. Sehingga tercapai sebuah
kesinambungan antar kepengurusan.
·
Upaya Pemerintah dalam
meningkatkan mutu Pendidikan
Meskipun demikian, tidak
dapat dipungkiri bahwa pemerintah telah berusaha memberikan yang terbaik
melalui sistem pendidikan yang disusun. Kurikulum yang dibuat, dimaksudkan
untuk mendapatkan formula jitu agar dapat menciptakan SDM yang berkualitas.
Program UN pun dibuat untuk
mendapatkan lulusan dengan tingkat intelektualitas yang baik. Program ini
diharapkan dapat menjadi evaluasi dalam proses belajar mengajar di kelas.
Sehingga ada peningkatan yang dilakukan baik dari pihak pemerintah, maupun dari
pihak sekolah untuk menciptakan individu berkualitas.
Namun niat-niat baik
tersebut memiliki banyak kekurangan. Pergantian kurikulum seringkali tidak
melihat kesesuaian di lapangan. Hal ini tidak diimbangi dengan penyosialisasian
yang baik. Apa yang dimaksud oleh pemerintah tidak tersampaikan dengan baik
kepada pendidik. Bahkan banyak guru yang berpendapat, bahwa pembuat kebijakan
tidak merasakan langsung proses pendidikan di kelas. Sehingga perumusan yang
dilakukan tidak dapat dilaksanakan. Selain itu, kelulusan dengan UN hanya
melihat aspek kognitif. UN terkesan mengesampingkan anak-anak yang kurang
berpotensi dalam bidang akademik. Lebih parah lagi, UN dijadikan sarana untuk
mendongkrak citra sekolah.
Imbas negatif yang muncul
dari atmosfer pendidikan yang salah urus semacam itu adalah merebaknya
kecurangan massal dalam pelaksanaan UN dari tahun ke tahun dalam upaya memburu
citra sekolah. Agar mendapatkan legitimasi, pengakuan, dan citra bagus dari
atasan dan masyarakat, sekolah cenderung menghalalkan segala cara untuk
mendongkrak jumlah lulusan dan rata-rata nilai UN; entah dengan membocorkan
kunci jawaban, bekerjasama dengan pengawas UN, atau cara-cara curang yang
seharusnya tabu dilakukan oleh sebuah institusi pendidikan.
Selain itu, tidak
tercapainya tujuan pendidikan nasional juga dipengaruhi kegagalan sistem
pendidikan kita dalam mengembangkan potensi peserta didik. Sistem pendidikan
kita tidak memberikan ruang bagi anak untuk mengembangkan potensi dan hobinya.
Banyak bakat anak-anak yang tidak dapat tersalurkan sehingga bakat tersebut
mengendap.
BAB IV
KESIMPULAN
Bagaimanapun juga, berhasil
atau tidaknya sebuah sistem pendidikan harus berdasarkan pada tolak ukur yang
jelas. Aspek pertimbangan yang baik tentunya adalah tujuan pendidikan nasional
itu sendiri yang telah tertuang dalam UU Sisdiknas nomor 20 tahun 2003. Dimana
ada aspek kemandirian dan keterampilan di dalamnya. Dengan demikian sistem
pendidikan yang baik, harus mampu menciptakan individu yang mandiri serta
terampil.
Dengan demikian tujuan
tersebut belum mampu dicapai sistem pendidikan kita. Hal ini tercermin dari
fakta yang telah saya paparkan. Masalah ini harus ditanggapi dengan serius.
Karena akan muncul paradigma bahwa proses pendidikan hanya akan membuang waktu
dan dana tanpa ada hasil. Jika terus berlarut, akan ada banyak pihak yang tidak
percaya terhadap sistem pendidikan yang dibuat pemerintah.
Dari uraian diatas, dapat
disimpulkan bahwa belum tercapainya tujuan pendidikan bangsa ini disebabkan
oleh pelaksanaan sistem pendidikan di Indonesia yang tidak memenuhi definisi
pendidikan dalam UU Sisdiknas nomor 20 tahun 2003 mengenai pengembangan potensi
diri serta keterampilan yang dibutuhkan peserta didik. Masalah ini harus segera
dituntaskan untuk kebaikan bangsa ini kedepannya. Oleh karena itu, dibutuhkan
pendidikan alternatif yang kreatif agar mampu melaksanakan pendidikan sesuai
dengan cita-cita pendidikan nasional. Sehingga pendidikan bangsa ini dapat
mencetak generasi-generasi berkualitas yang dapat memajukan bangsa ini.
DAFTAR PUSTAKA
Ahmadi, A. dan Nur Uhbiyati. 1991. Ilmu
Pendidikan. Jakarta : Rineka Cipta
Undang-Undang No.20
Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional.
Makalah DDM "Pendekatan dan Metode Pendidikan MIPA"
Diposting oleh
Unknown
|
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Memasuki
abad ke-21 ini Ilmu Prengetahuan Alam mengalami perkembangan pesat sejalan
dengan kemajuan Teknologi dan Industri. Keadaan ini sudah tentu memberikan
pengaruh terhadap pendidikan IPA.
Pendidikan
IPA tidak hanya menjelaskan dan menyampaikan fakta alamiah saja tapi juga
menanamkan sikap ilmiah, nilai-nilai IPA dan mengembangkan kreativitas anak
didik.
Telah kita ketahui betapa pentingnya
motivasi dalam kegiatan belajar-mengajar. Guru sebagai pengelola proses belajar-mengajar
perlu mempertahankan semangat belajar siswa. Bukti-bukti menunjukkan bahwa
siswa hanya giat belajar jika ia termotivasi untuk belajar.
Terkait dengan hal
diatas maka melalui makalah ini penulis ingin menyampaikan dan mengenalkan
cara-cara untuk memotivasi siswa dalam belajar
MIPA,agar dapat menjadi suatu pegangan untuk kita
semua khususnya yang bergelutik di bidang MIPA.
1.2.
Rumusan Masalah
a.
Bagaimanakah cara-cara membangun motivasi pelajar dalam belajar?
b.
Apa saja prinsi-prinsip yang digunakan untuk memotivasi siswa?
c. Bagaimanakah
hubungan IPA dan Matematika?
d. Faktor
apa saja yang mempengaruhi dalam memotivasi belajar siswa?
1.3.
Batasan Masalah
a. Menyebutkan kualifikasi guru IPA dilihat dari bidang
studi yang diajarkannya.
b. Menjelaskan usaha-usaha yang harus dilakukan guru
untuk memotivasi siswa.
c. Menyebutkan prinsip-prinsip yang harus dilakukan
dalam mengajarkan IPA supaya mudah diserap.
1.4.
Tujuan
a. Untuk mengetahui cara-cara membangun motivasi
belajar.
b. Untuk mengetahui prinsip yang digunakan untuk
memotivasi siswa.
c. Untuk mengetahui hubungan IPA dan Matematika.
BAB II
PEMBAHASAN
1. CARA – CARA MEMOTIVASI DALAM MENGAJARKAN IPA
Beberapa masalah yang dapat
mempengaruhi timbulnya motivasi belajr di kelas, diantaranya adalah:
a. Masalah yang berhubungan dengan
interaksi diantara para siswa:
1) Hubungan antarsiswa di kelas harus
terjalin baik. Siswa yang merasa tidak diterima oleh kelompoknya, tidak kerasan
tinggal di kelas tersebut, sehingga tidak mempunyai motivasi untuk belajar di
antara teman-teman yang memusuhinya. Dalam hal ini guru wajib menciptakan
kondisi yang menumbuhkan kerjasama yang baik antara seluruh anggota kelas,
misalnya dengan memberikan tugas kerja kelmpok dalam metode proyek.
2) Persaingan antara para siswa, hendaknya
berupa persaingan yang sehat. Iklim persaingan dapat mempertinggi semangat
belajar siswa untuk meraih hasil yang lebih baik. Kelas tanpa suasana
persaingan merupakan kelas yang statis dan tidak bersemangat belajar.
Persaingan menimbulkan konflik dalam diri setiapindividu untuk berusaha
menjadikan dirinya lebih baik. Namun persaingan yang berlebih-lebihan akan
berakibat negatif terhadap kemajuan belajar siswa, khususnya bagi mereka yang
tidak pernah menang dalam persaiangan tersebut. Untuk menciptakan suasana
persaingan ini diperlukan kelas yang homogen dalam hal tingkat kecerdasannya,
karena para siswa yang kurang pandai pada umumnya selalu rendah diri dan tak
ada harapan menang. Dalam hal ini guru perlu menentukan kelompok-kelompok siswa
yang homogen untuk menciptakan persaingan ini dan menjaga agar persaingan tetap
sehat, dan tak ada rasa ingin menghancurkan sesama siswa.
3) Rasa keterlibatan diri (egoinvolvement)
yang menyebabkan setiap siswa yang ada di kelas tersebut merasa dirinya ikut
berperan penting dalam kelasnya. Hal ini dapat diwujudkan jika diberikan suatu
tugas yang melibatkan harga diri anak untuk dipertaruhkan dalam penyelesaian
tugas tersebut. Pemilihan tugas seperti ini harus berhati-hati dan guru harus
dapatmemperkirakan bahwa seluruh siswa yang terlibat pasti mempunyai kesempatan
untuk berhasil. Kegagalan dalam tugas seperti ini menyebabkan harga diri siswa
rusak serta timbul perasaan berdosa terhadap kelompoknya. Hal ini merupakan
rasa kegagalan atau sense of failure pada anak yang merupakan motifasi
belajar intrinsik yang negatif dapat dihindarkan. Adanya sense of failure ini menyebabkan anak akan menarik diri
dari tugas-tugas selanjutnya karena takut kegagalan akan berulang lagi,
sehingga motivasi belajar siswa akan mati.
b. Masalah yang melibatkan hubungan antara
guru dengan siswa
1) Guru yang bersifat tertutup pasti
ditakuti siswa, sehingga siswa tidak berani bertanya ataupun mengemukakan
pendapatnya. Huungan antara guru dan siswa menjadi sangat tegang. Meskipun
kelas dalam keadaan tenang, namun suasana belajar berlangsung dalam keadaan
terpaksa dan siswa tidak merasa termotivasi dalamkeadaan terpaksa dan tidak
merasa termotivasi belajar, melainkan semata-mata hanya belajar karena
kepatuhan kepada guru.
2) Peraturan yang terlalu ketat yang
diberikan guru, yang menyebabkan siswa berlaku seperti robot-robot tanpa kreasi
berfikir sama sekali. Para siswa hanya belajar untuk menjalankan semua
aturan-aturan yang telah digariskan guru tanpa mendapat kesempatan untuk
menanggapi apalagi mengkritik. Keadaan ini akan memberikan dua macam akibat
yaitu menghasilkan siswa yang penurut tanpa kreatifitas, atau siswa yang selalu
memusuhi guru karena ingin membebaskan diri dari peraturan-peraturan yang
berlebihan yang ditentukan guru.
3) Hadiah yang diberikan guru atas
prestasi tinggi yang dicapai siswa dalam belajar belum tentu menimbulkan
otivasi belajar siswa. Pada umumnya hadias justru akan merusak motivasi belajar
siswa karena dapat mengalihkan pikiran siswa dari belajar sesungguhnya. Orang
mempunyai harapan untuk memperolehnya, semua orang tertarik untuk
mendapatkannya.
4) Pujian yang diberikan guru kepada siswa
merupakan penguatan atas tugas yang dilakukan dengan benar, sehingga akan
menimbulkan motivasi untuk melakukan tugas-tugas lain sebaik mungkin. Pujian
yang diberikan terus-menerus sebaliknya akan merusak motivasi belajar siswa,
karena siswa terlalu bosan dengan pujian yang diberikan secara terus-menerus,
bahkan menimbulkan. Tanggapan yang
negatif dari siswa. Pujian pada hakikatnya merupakan hadiah bagi siswa dalam
bentuk kata-kata. Guru kadang-kadang perlu memberikan pujian kepada siswa,
dalam hal ini perlu diperhitungkan saat yang tepat untuk menyampaikannya, agar
dapat memperkuat motivasi belajar siswa.
5) Tugas-tugas
yang diberikan guru hendaknya terjangkau oleh siswa, tidak terlalu sulit atau
berat. Tugas-tugas yang tidak sesuai dengan
kemampuan siswa hanya menimbulkan motivasi belajaryang negative pada diri siswa.
Tenggang waktu antara pemberian tugas yang satu dengan yang lainnya juga perlu
dipikirkan agar tidak terlalu sering ataupun jarang, agar semangat belajar
siswa tetap tinggi. Tugas-tugas yang terlalu sering diberikan membosankan siswa
dan menimbulkan rasa ingin menghindarkan diri dari tugas-tugas tersebut.
Sebaliknya tugas yang terlalu jarang diberikan akan menimbulkan kemalasan dalam
memecahkan masalah, karena jarang mendapatkan tantangan yang menyebabkan siswa
terbiasa berfikir untuk menemukan jawaban terhadap masalah yang dikemukakan
guru, sehingga siswa menjadi pasif.
6) Hukuman yang diberikan guru dapat dalam
berbagai bentuk, seperti pengasingan, celaan, kecaman, sindiran terhadap
kesalahan siswa. Hukuman bertujuan menunjukkan kesalahan siswa. Siswa yang
mendapatkan hukuman dapat mengetahui kekeliruannya dan memperbaiki diri dalam
pengalaman selanjutnya. Motivasi belajar dapat timbul melalui hukuman yang
tidak berlebihan dan diterapkan pada saat yang tepat. Dalam hal ini yang
terpenting ialah menunjukkan kepada siswa jalan keluar untuk mengatasi hukuman
itu. Bentuk hukuman yang sering digunakan guru ialah teguran. Teguran yang
sesungguhnya merupakan hukuman juga, dan tidak dirasakan siswa sebagai hukuman
jika disampaikan secara kekeluargaan dan cukup halus. Cara ini akan lebih
efektif untuk memperbaiki kesalahan siswa jika dibandingkan dengan sindiran
ataupun kecaman keras. Hukuman dalam bentuk celaan sedapat mungkin dihindarkan
guru, karena kemungkinan besar dapat menimbulkan rasa putus asa dalam diri
siswa, sehingga motivasi belajarnya mati.
7) Hal-hal lain ynag ikut mewarnai
timbulnya motivasi belajar siswa dikelas diantaranya:
ü Tulisan guru harus terbaca oleh seluruh
siswa;
ü Sikap guru harus dapat menghargai siswa
sebagai individu, tidak bersikap meremehkan pendapat siswa;
ü Suara guru harus terdengar oleh seluruh
kelas dengan jelas;
ü Berpakaian dengan sopan agar tidak
menjadi bahan cemoohan siswa; dan
ü Adanya kewibawaan guru dalam menangani
pengolahan kelas agar dapat dipatuhi siswa secara spontan.
c. Masalah yang berhubungan dengan proses
belajar mengajar
Dalam kegiatan belajar di kelas ada tiga hal pokok yang
perlu diperhatikan yaitu :
1) Ke mana siswa menuju pada akhir
kegiatan belajar
2) Bagaimana caranya agar siswa tiba pada
sasaran yang dituju
3) Bagaimana dapat diketahui apakah
sasaran yang dituju itu sudah tercapai atau belum.
Ketiga hal tersebut dapat pula mempengaruhi timbulnya
motivasi belajar siswa sehingga memotivasi siswa belajar melalui kegiatan belajar-mengajar
perlu dikembangkan ketiga hal tersebut; agar melalui ketiga hal tersebut guru
menciptakan kondisi yang dapat merangsang timbulnya moyivasi belajar siswa.
1) Ke mana siswa akan menuju pada akhir
kegiatan belajar ?
Kegiatan belajar mirip dengan suatu
perjalanan dari suatu titik awal kegiatan yaitu siswa tidak tahu tentang hal
yang akan dipelajari, menuju pada akhir kegiatan yaitu siswa menjadi tahu,
melalui proses belajar-mengajar. Suatu perjalanan akan lebih menarik
jika mengetahui ke mana arah yang kita tuju. Demikian pula halnya dengan proses
belajar-mengajar mengetahui kemana tujuan belajar tersebut; yaitu apa yang
diharapkan akan dicapai siswa melalui kegiatan belajar. Tujuan belajar dalam
proses belajar-mengajar di kelas kita kenal sebagai Tujuan Instruksional Khusus
(TIK). Dengan memberitahukan TIK kepada siswa pada awal pelajaran, maka
motivasi belajar siswa akan timbul, karena siswa akan mengetahui ke mana ia
akan dibawa dalam proses belajar-mengajar tersebut. Dengan mengenal tujuan
belajar, maka siswa akan lebih giat berusaha untuk mencapai tujuan itu. Jadi siswa
akan termotivasi untuk belajar.
Menurut Gagne, tujuan belajar ini dapat
menggambarkan hasil-hasil belajar yang akan diraih siswa. Hasil-hasil belajar
tersebut menurut Gagne dikelompokkan lima kategori pokok yaitu :
ü Informasi verbal
Informasi yang diterima melalui berbagai program
pendidikan, yang hasil belajarnya berupa kemampuan untuk menyebutkan kembali
informasi dengan ungkapan siswa sendiri ;
ü Keterampialn intelektual
Berupa keterampilan berinteraksi dengan lingkungan
melalui simbol-simbol. Beberapa contoh keterampilan intelektual diantaranya
ialah kemampuan menyatakan perbedaan-perbedaan, mempelajari konsep-konsep,
aturan-aturan;
ü Atrategi kognitif
Kemampuan yang diatur secara internal yang dapat
digunakan untuk membimbing seseorang dalam menentukan apa yang dipelajari.
Strategi kognitif menjadikan orang mampu belajar sendiri dan menjadi pemikir
yang independen yang dapat menentukan apa yang perlu dipelajari untuk
memecahkan masalah,
ü Sikap
Yang dapat dikelompokkan lagi menjadi sikap yang
dipelajari sejak di rumah atau situasi sosial di lingkungan anak-anak lain,
sikap yang menyangkut masalah kewarganegaraan; sikap yang dihubungkan dengan
nilai-nilai, misalnya sikap-sikap yang mempengaruhi penampilan.
ü Keterampilan motor
Merupakan
hal yang berhubungan erat dengan kegiatan-kegiatan manusia, meliputi cara
melakukan dan ketepatan dalam melakukan keterampilan.
Tujuan
belajar hendaknya jelas, menarik, dan berarti serta berharga bagi siswa, serta
sejalan dengan keperluan siswa dalam kehidupan sehari-hari.
2) Bagaimana
caranya agar siswa tiba pada sasaran yang dituju?
Setelah
siswa mengetahui tujuan pelajaran itu, maka masalah yang perlu dilakukan selanjutnya
ialah bagaimana membimbing siswa untuk sampai pada tujuan tersebut.atau dengan
perkataan lain bagaimana caranya guru mempertahankan motivasi belajar siswa
yang telah timbul ketika mengetahui tujuan belajar, selama berlangsungnya
proses belajar menuju tujuan tersebut.
Dalam
memperhatikan motivasi belajar ini, menurut Bruner perlu dikemukakan pada anak
suatu jaminan bahwa proses belajar yang berlangsung tidak akan berbahaya
baginya atau pun tidak akan menyakitkannya, sehingga dalam diri anak akan timbul
keberanian untuk melanjutkan proses belajar sampai tujuan belajar tercapai
dengan bimbingan guru. Siswa perlu merasakan keuntungan-keuntungan dari cara
pencapaian tujuan yang telah ditunjukkan guru. Dalam memberikan bimbingan
kepada siswa k mencapai tujuan belajar ini guru perlu menguasai berbagai
pembahasan tentang metode dan pendekatan dalam proses belajar mengajar.
Pembahasan tentang metode dan pendekatan dalam proses belajar mengajar IPA akan
dapat anda pelajari secara lebih terperinci pada modul-modul berikutnya. Jadi
dalam perjalanan menuju tujuan belajar ini metivasi berfungsi mempertahankan
semangat belajar dan mengarahkan langkah-langkah siswa menuju tujuan. Dalam
mengarahkan langkah-langkah siswa ini, guru dapat menggunakan suatu teknik
bertanya; yang secara khusus dapat anda pelajari melalui modul berikut.
3) Bagaimana
dapat diketahui apakah sasaran belajar yang dituju sudah tercapai atau belum?
Untuk
menjawab pertanyaan tersebut dalam proses belajar-mengajar, maka kita kenal
adanya evaluasi belajar. Evaluasi berfungsi untuk mengenal sejauh mana tujuan
belajar telah dapat dicapai siswa, sebagai umpan balik bagi guru untuk menilai
keberhasilan program belajar-mengajar yang telah dilaksanakan. Sejalan dengan
tujuan belajar yang dirumuskan berdasarkan berbagai perubahan tingkah laku yang
oleh Gagne disebutkan sebagai hasil belajar, maka program evaluasi harus dapat
mengukur semua hasil belajar tersebut.
Evaluasi
belajar dalam kehidupan sehari-hari dikenal dengan dengan istilah ulangan, dan
sebagai hasilnya dinyatakan dalam bentuk nilai-nilai. Sehubungan dengan
penialaian hasil belajar ini, timbul beberapa permasalahan yang sering
ditemukan di kelas. Beberapa masalah yang sering menyebabkan hilangnya motivasi
belajar siswa ialah:
a. Ulangan
yang terlalu sering diberikan guru, sehingga tidak menimbulkan belajar lagi
bagi para siswa, karena mereka merasakan sebagai sesuatu yang rutin dan tidak
menimbulkan tantangan lagi.
b. Hasil
ulangan yang baru dikembalikan kepada siswa setelah tenggang waktu yang sangat
lama (lebih dari satu minggu), tidak menimbulkan motivasi belajar lagi; karena
siswa sudah lama lupa akan permasalahan yang dibahas dan tidak berminat lagi
untuk memperbaiki dan mencari jawaban yang seharusnya. Dengan demikian tidak
akan memperbaiki prestasi belajar siswa.
c. Soal-soal
dalam ulangan yang aspeknya terlalu tinggi dan tidak sesuai dengan jangkauan
pemikiran siswa, akan menimbulkan frustasi dalam diri siswa yang merasa tidak
mampu untuk menjawabnya, walaupun telah dalam mempersiapkan diri dengan
sungguh-sungguh. Soal-soal ulangan harus sesuai dengan tingkat kesukarannya
dengan aspek TIK yang telah ditentukan sebelumnya.
d. Nilai-nilai
ulangan yang selalu kurang bagi siswa-siswa tertentu akan menghancurkan
motivasi belajar siswa, karena ia merasa tidak mampu mengikuti program
pelajaran itu, sehingga ia akan menarik diri dari kelompoknya dan tidak
berminat lagi mempelajari pelajaran yang dianggapnya sukar itu. Karena itu
perlu adanya variasi dalam tingkat kesukaran soal dan kemudahan untuk mencapai
hasil belajar yang baik.
e. Pembahasan
bahan ulangan yang hasilnya kurang memuaskan dapat pula meningkatkan motivasi
belajar siswa. Dengan diketahuinya secara pasti apa jawaban serta bagaimana
menjawab soal tersebut dengan benar, maka siswa termotivasi untuk belajar lebih
giat untuk meraih sukses pada ulangan berikutnya. Berdasarkan tentang
hasil-hasil belajar Gagne, perlu kita ingat bahwa evaluasi tidak cukup bila
hanya dapat mengukur keberhasilan siswa dalam domain kognitif saja, tapi perlu
pula dapat mengukur tercapainya tujuan yang terdapat dalam domain afektif dan
psikomotor. Jadi seluruh kemampuan siswa mendapat kesempatan berkembang yang
wajar dan dapat dievaluasi secara menyeluruh pula.
f. Waktu
pemberian evaluasi tidak perlu selalu berdasarkan perjanjian. Pemberian tes
secara tiba-tiba dapat pula memotivasi siswa untuk terus-menerus belajar.
Tetapi teknik ini umumnya kurang dapat diharapkan hasilnya.
Dalam
kehidupan pada kenyataannya sehari-hari banyak ditemukan masalah bagi siswa.
Sedikit sekali siswa yang tertarik pada pelajaran IPA. Hal ini disebabkan
anggapan sebagian besar siswa yang menyatakan bahwa pelajaran IPA sangat sukar
dipahami. Siswa jarang termotivasi untuk mempelajari IPA karena alas an
tersebut diatas. Tidaklah mengherankan jika hasil belajar IPA rendah, karena
siswa belajar IPA tanpa motivasi. Yang menjadi masalah bagi guru IPA ialah
bagaimana cara memotivasi siswa untuk belajar IPA. Agar hasil belajar siswa
dapat ditingkatkan dan pandangan siswa tentang IPA yang dianggap sangat sukar
itu dapat diubah.
Untuk memotivasi siswa dalambelajar IPA
ini kita dapat berpedoman pada beberapa prinsip kebermaknaan:
1. Prinsip kebermaknaan
Siswa termotivasi belajar jika merasakan bahwa hal-hal
yang dipelajarinya bermakna baginya. Menurut teori belajar Ausubel pelajaran
yang bermakna bagi siswa ialah pelajaran yang dihubungkan dengan hal-hal yang
telah diketahui siswa, telah dialaminya,dihubungkan dengan minatnya, dan
kegunaanya pada masa depan kelak.
2. Prinsip prasyarat
Siswa termotivasi belajar jika telah memiliki bekal untuk
menghadapi pelajaran yang akan diterimanya. Bekal pengetahuan yang telah
dimiliki ini dapat mengaitkan apa yang akan diterima siswa dengan hal-hal yang
diketahuinya, sehingga pelajaran baru akan bermakna baginya dan ia akan
termotivasi untuk belajar.
3. Prinsip modeling
Siswa akan termotivasi untuk menunjukkan sikap seperti
yang dilakukan oleh guru sebagai pembawa pesan dalam kegiatan belajar-mengajar.
Guru merupakan model bagi siswa untuk dijadikan tokoh panutan. Adapun nasihat
guru yang disampaikan melalui kata-kata, tidak akan sebesar pengaruh perbuatan
guru yang dilakukannya, terhadap sikap yang akan ditunjukkan oleh siswa kelak.
4. Prinsip menarik
Siswa akan termotivasi belajar jika pelajaran disajikan
secara menarik.
5. Prinsip partisipasi dan keterlibatan
Siswa akan termotivasi belajar jika ia
merasa terlibat dalam kegiatan belajar-mengajar yang sedang berlangsung.
6. Prinsippenarikan bimbingan secara
langsung
Siswa akan termotivasi belajar jika
bimbingan guru secara berangsur-angsur ditarik. Dengan penarikan bimbingan
secara berangsur ini siswa akan merasakan kemajuan belajarnya dan adanya
pertambahan kemampuan dalam dirinya, sehingga keyakinannya akan penguasaan
pelajaran menambah motivasi untuk belajar. Pertambahan kemampuan yang
dirasakannya merupakan sukses yang telah berhasil diraihnya secara tahap demi
tahap sampai ia tidak memrlukan bimbingan guru lagi dalam memecahkan masalah
yang dihadapi.
7. Prinsip penyebaran jadwal
Siswa termotivasi untuk belajar bila program-program
praktek dan latihan dijadwalkan antara tenggang waktu yang tidak terlalu pendek
ataupun tidak terlalu panjang. Penjadwalan yang berturut-turut dan terlalu lama
akan menimbulkan kebosanan dalam diri siswa.
8. Prinsip konsekuen dan kondisi yang
menyenangkan
Siswa akan termotivasi belajar jika guru konsekuen dengan
peraturan-peraturan yang telah diberikannya, khususnya yang berhubungan dengan
masalah disiplin kelas. Misalnya untuk tidak datang terlambat,dalam hal ini
guru pun tidak boleh datang terlambat. Siswa akan termotivasi pula belajar jika
kondisi instruksionalnya menyenangkan, misalnya memberikan suasana gembira
kepada siswa.
9. Prinsip komunikasi terbuka
Siswa termotivasi untuk belajar jika pesan dan harapan
yang dititipkan padanya terstruktur dengan baik dan komunikatif. Sebagai contoh
siswa pelu diberitahu tentang tujuan instruksional yang ingin dicapai dan telah
dirumuskan dengan jelas apa yang dipesankan kepadanya dan apa tujuan yang akan
dicapainya pada akhir proses belajar-mengajar tersebut. Hal ini dapat
meningkatkan motivasi belajar siswa.
Berdasarkan prinsip-prinsip belajar
yang telah dikemukakan di atas yang mana menimbulkan motivasi belajar siswa,
marilah ita ikuti contoh-contoh berikut yang akan mencoba menguraikan bagaimana
kita memotivasi siswa untuk belajar, khususnya dalam proses belajar-mengajar IPA.
Pak Ali akan mengajarkan topik
pemancaran di kelasnya. Ia ingin agar siswa termotivasi untuk belajar, maka ia
akan menggunakan prinsip partisipasi dan keterlibatan, serta memotivasi siswa
untuk belajar. Ia melihat penduduk desanya menggunakan insektisida dengan
jumlah yang berlebihan di sawah untuk membunuh serangga perusak padi. Ia mulai
memberitahukan kepada siswa tujuan istruksional khusus dari pelajaran tersebut,
diantaranya sesuai dengan hasil-hasil belajar menurut teori belajar Gagne:
setelah menyelesaikan pelajaran, diharapkan siswa dapat:
1) Menyebutkan arti dari pemancaran air.
2) Menyebutkan
ciri-ciri air tercemar.
3) Menyarankan
cara-cara penanggulangan pencemaran air.
4) Menyadari
bahaya yang timbul dari pencemaran air.
5) Menunjukkan cara sederhana untuk
mengenal beberapa hal tentang pencemaran.
Setelah siswa mengetahui TIK dari
pelajaran yang akan ditempuhnya dan termotivasi untuk belajar, maka pak Ali
memberikan tugas kepada siswa untuk membawa bermacam-macam air yang terdapat
dalam lingkungan tempat tinggal siswa dikelas,untuk diperiksa apakah air
tersebut telah tercemar atau belum.Contoh air yang dibawa siswa diambil dari
lingkungan tempat tinggalnya dengan tujuan untuk menjadikan siswa yang
membawanya merasa terlibat langsung dengan masalah pencemaran yang akan
dipelajarinya itu. Dengan diketahuinya apakah air itu sudah tercamar atau
belum, selanjutnya Pak Ali akan menjelaskan sebab-sebab timbulnya pencemaran
dengan menggunakan metode Tanya jawab dengan siswa yang bersangkutan tentang
kebiasaan apa yang dilakukan penduduk sekitar terhadap air tersebut. Secara tidak langsung siswa dapat menyimpulkan sendiri
kebiasaan-kebiasaan yang tidak baik yang harus dihindarkan karena dapat
mencemari air. Disamping hal itu dapat pula ditambahkan sikap hidup yang harus
ditempuh agar pencemaran air itu dapat dihindarkan. Akibat dari
pencemaran dapat pula digali dari pengetahuan siswa sendiri berdasarkan gejala
yang dapat diamatinya dalam kehidupan sehari-hari yang berupa kerusakan di
sekitar air yang tercemar.
Karena
yang dipilijh Pak Ali untuk menanamkan konsep pencemaran itu adalah
peristiwa dalam kehidupan sehari-hari, siswa merasa terlibat langsung, sehingga
siswa termotivasi untuk belajar.
Pada
contoh lain Pak Badu ingin memotivasi siswanya untuk mempelajari topic larutan
elektrolit, maka ia memulai pelajarannya dengan bertanya “anak-anak”, mengapa
kita tidak boleh menangkap belut disawah dengan menggunakan arus listrik yang
diambil langsung dari kawat jaringan arus PLN?
Para
siswa mulai mencoba mereka-reka kea rah mana jawaban yang diingankan Pak Guru.
Ada siswa yang mengatakan hal itu sangat berbahaya, karena kemungkinan besar
orang menangkap ikan itu akan meninggal karena tersengat arus listrik yang
bertegangan tinggi. Kemudian Pak Badu meneruskan bertanya, “ Apakah air itu
dapat menghantarkan listrik”? Pertanyaan ini dijawab “Ya”, oleh sebagian siswa
dan “tidak” oleh yang lain. Mulailah Pak Badu mengajak siswanya untuk
memperhatikan percobaan dengan menggunakan penguji elektrolit yang telah
disiapkan sejak semula. Berdasarkan pertanyaan tentang peristiwa dalam
kehidupan sehari-hari yang berbahagia, Pak Badu memotivasi siswanya untuk
mempelajari sifat-sifat larutan terhadap arus listrik. Pada akhir
pelajaran Pak Badu menjelaskan pula tentang kegunaan sifat elektolit ini dengan
contoh-contoh yang digali dari pengalaman siswa, melalui pertanyaan kepada
siswa. Karena merasa bahwa pelajaran tersebut ada hubungannya dengan kehidupan
sehari-hari dan bermanfaat dalam kehidupan., maka siswa termotifasi untuk
belajar. Dengan memotivasi siswa, Pak Badu telah menggunakan prinsip
kebermaknaan, karena dengan mempelajari topik tersebut siswa dapat memanfaatkan
kegunan larutan elaktrolit dalam kehidupan sehari-hari dan menghindari bahaya
yang disebabkan oleh penggunaan larutan elektrolit yang salah
Ibu
Ani ingin mengajarkan tentang terjadinya gerhana, baik gerhana bulan maupun
gerhana matahari. Untuk itu sebelumnya ia memperkenalkan tentang cahaya dan
sifat-sifatnya. Berdasarkan pengetahuan bahwa cahaya merambat menurut garis
lurus maka ia mengkaitkan prinsip tersebut dengan peristiwa terbentuknya
bayangan, kemudian baru memasuki pembahasan tentang gerhana. Karena siswa telah
mengenal sifat-sifat cahaya dan prinsip pembentukan bayangan, maka siswa
termotivasi untuk mempelajari terjadinya gerhana yang mempunyai prinsip dasar
sama dengan konsep yang telah dikenal sebelumnya.
Ibu
Ida mempunyai cara lain untuk memotivasi siwanya untuk mempelajari tentang
sifat asam-asam larutan. Ia membawa 2 gelas piala yang kosong yang sebelumnya
telah dibubuhi dengan setetes phenolptalin tanpa diketahui siswa. Ia juga
membawa beberapa botol asam dan beberapa botol asam basa, yang tidak berwarna
dan setiap botolnya diberi etiket dengan jelas. Kemudian ia mengajak siswa
untuk menduga-duga apa yang akan terjadi jika larutan dalam botol-botol itu
dituangkan dalam gelas piala. Siswa menjawab bahwa pada gelas piala
akan terdapat larutan yang tidak berwarna yang berasal dari botol-botol
tersebut. Jawaban siswa itu dibuktikan dengan menuangkan satu macam asam kedalam
gelas piala, maka siswa gembira karena jawabannya benar, bahwa dalam gelas
piala tersebut terdapat larutan yang tidak berwarna. Kemudian ibu Ida membawa
gelas piala yang kedua, dan menuangkan larutan basa kedalamnya. Larutan basa
yang mulanya tidak berwarna dalam botol semula, pada saat tertuang dalam gelas
piala berubah warnanya menjadi merah. Para siswa sangat terkejut dan mulai
termotivasi belajar karena ingin mengetahui penjelasan terjadinya peristiwa
ajaib tersebut.
Dalam
hal ini ibu Ida telah berhasil memotivasi siswanya untuk belajar melalui
prinsip menarik perhatian siswa, dengan sebuah kejutan. Selanjutnya motivasi
belajar siswa ini dapat dipertahankan dengan cara mencampurkan larutan dalam
gelas piala yang pertama dan kedua dan diamati kejutan berikut yang terjadi,
larutan campuran menjadi tidak berwarna lagi. Dari sini maka dikembangkan
konsep reaksi asam basa. Mengapa? Phenolptalin dalam basa berwarna merah
sedangkan dalam larutan asam bersifat netral tidak berwarna. Hasil reaksi
antara asam dan basa bersifat netral, karena itu larutan menjadi tidak berwarna
jika terdapat phenolptalin didalamnya.
Masih
banyak contoh lain yang dapat menunjukkan bagaimana cara-cara memotivasi siswa
dalam proses belajar-mengajar IPA yang dapat Anda cari, terutama yang
dihubungkan dengan berbagai peristiwa dalam kehidupan sehari-hari.
Cara-cara
memotivasi siswa dalam proses belajar-mengajar dapat dirancang berdasarkan
pengenalan terhadap masalah-masalah yang dapat mempengaruhi timbulnya
motivasi belajar. Masalah-masalah tersebut bersumber pada interaksi antara para
siswa di kelas, hubungan antara guru dengan siswa dan hal-hal pokok yang
berhubungan dengan proses belajar-mengajar.
Masalah
yang berhubungan dengan interaksi antara para siswa meliputi hubungan antara
siswa, persaingan antara siswa dan rasa keterlibatan diri siwa dalam
lingkungannya.
Masalah
yang melibatkan hubungan antara guru dengan siwa meliputi sikap guru terhadap
siswa, peraturan dan tugas-tugas yang diberikan kepada siswa, ganjaran terhadap
usaha siswa belajar yang meliputi hadiah, pujian dan hukuman terhadap
siswa, serta hal-hal lain yang berhubungan langsung dengan pribadi guru sebagai
pengelola proses belajar-mengajar.
Masalah
yang berhubungan dengan proses belajar-mengajar secara langsung dikelas diantaranya
meliputi informasi tentang tujuan belajar kepada siswa, pengelolaaan proses
belajar mengajar. Dan cara mengevaluasi hasil belajar siswa. Tujuan belajar
dapat dinyatakan dalam perubahan tingkah laku siswa yang diharapkan terjadi
setelah proses balajar-mengajar, dan merupakan hasil-hasil belajar yang
meliputi informasi verbal, keterampilan intelektual, strategi kognitif, sikap
dan keterampilan motor. Dalam pengelolaan proses belajar-mengajar perlu dipilih
pendekatan dan metode yang sesuai dengan masalah yang dipelajari . Evaluasi
hasil belajar perlu dilaksanakan dengan memperhatikan selang waktuy pelaksanaan
yang cukup, pengambilan hasil pada waktunya, aspek soal perlu sesuai dengan
TIK, cara penilaian yang memadai dan perlu diadakan pengukuran yang meliputi
domain kognitif, afektif, dan psikomotor.
Untuk
memotivasi siswa dalam proses belajar-mengajar IPA kita dapat berpedoman pada
prinsip-prinsip kebermaknaan, prasyarat, modeling, menarik, partisipasi dan
keterlibatan, penarikan bimbingan secara berangsur, penyebaran jadwal,
konsekuensi dan kondisi yang menyenangkan, serta komunikasi terbuka.
2.
IMPLIKASI
PENDEKATAN DAN METODE PENDIDIKAN MIPA
Untuk
menunjang terlaksananya pendidikan IPA dengan baik, harus diperhatikan beberapa
hal antara lain faktor guru, faktor murid dan bahan pelajaran, faktor motivasi
dan sarana penunjang.
A. Faktor guru
1) Menguasai bidang studi yang diajarkan
2) Mengikuti perkembangan ilmu pengetahuan
3) Mempunyai keterampilan merakit alat
4) Membimbing siswa
5) Menyadari bahwa seorang siswa tidak di
didik menjadi seorang spesialis fisika
dan sebagainya
6) Tidak selalu mengahrapkan jawaban
yang benar dari siswa
7) Terampil dalam bertanya
8) Bertindak sebagai ktalisator dan
fasilitator
9) Menyadari bahwa tidak senua ilmu
IPA bisa dibuktikan
10) Tidak perlu rendah diri
11) Menyadari bahwa kemapuan bakat dan minat
siswa bebeda-beda
12) Menjadi contoh tauladan dan figure panutan
B. Faktor murid dan bahan pelajaran
Seorang guru IPA perlu meperhatikan hal-hal sebagai berikut:
1. Memperhatikan dan
membantu murid
2. Menjelaskan tujuan
setiap percobaan
3. Percobaan IPA harus
meransang otak siswa harus berfikir
4. Percobaan yang akan
dilakukan bukan merupakan percobaan yang baru
5. Urutan pelajaran harus
dimulai dari yang sederhana ke yang sulit
6. Urutan pelajaran harus
dimulai dari yang konkrit ke yang abstrak
7. Urutan pelajaran harus
dimulai dari yang khusus ke umum
8. Urutan pelajaran dimulai
dari hal yang dikenal ke yang tidak dikenal
C. Faktor motivasi
Beberapa prnsisp yang dapat memberikan motivasi belajar:
1.
Prinsip kebermaknaan
Seorang
murid akan termotivasi untuk belajar secara aktif kalau ia menyadari bahwa apa
yang dipelajarinya sungguh-sungguh bermanfaat baginya.
2.
Prinsip atraktif
Bahan
pelajaran yang disampaikan secara menarik akan membangkitkan motivasi belajar.
Gaya tarik dari penampilan guru atau disampaikan dengan bantuan alat peraga,
percobaan atau cara lain yang komunikatif.
3.
Prinsip modeling
Prinsip
modeling adalah guru sebagai pribadi teladan, figur panutan, ucapan dan tingkah
lakunya meyakinkan. Seperti dikatakan diatas medium is message, guru sendirilah
pembawa pesan yang sesungguhnya. Murid akan ikut bersemangat kalau gurunya
sendiri bersemangat, menghayati, mencintai, menguasai bidang studi yang
diajarkannya.
4.
Prinsip pre-rekuisit
Bahan
pelajaran yang diberikan harus sedemikian urutannya sehingga bahan pelajaran
terdahulu menunjang bahan pelajaran berikutnya. Pelajaran akan membosankan
murid apabila penjelasannya memakai perhitungan matematik, yang prinsip
hitungan matematiknya sedikit belum pernah dikenal murid.
5.
Prinsip penyebaran jadwal
Berdasarkan
pengalaman dan pendapat murid, sekolah harus menyusun jadwal sedemikian,
sehingga bidang studi yang dinilai berat dan sulit, ditempatkan pada
pertemuan-pertemuan pertama pada pagi hari. Dalam satu hari setiap bidang studi
dijadwalkan 2 sampai 3 jam pertemuan. Jam pertemuan yang terlalu lama dalam
satu bidang studi akan menjemukan siswa.
6.
Prinsip evaluasi hasil belajar
secara teratur
Evaluasi
hasil belajar secara teratur dan hasilnya secara terbuka dikembalikan kepada
siswa akan membidik siswa belajar secara teratur pula. Prinsip ini akan sulit
dilaksanakan apabila guru mempunyai beban mengajar yang terlalu banyak.
Sarana penunjang
1. Ruang kelas
2. Laboratorium
3. Peralatan dan bahan
4. Perpustakaan
5. Sumber belajar lainnya
BAB III
PENUTUP
·
Kesimpulan
:
v Untuk memotivasi siswa dalam belajar
IPA didasarkan pada beberapa prinsip, antara lain :
1. Prinsip kebermaknaan
2. Prinsip prasyarat
3. Prinsip modeling
4. Prinsip menarik
5. Prinsip partisipasi dan keterlibatan
6. Prinsip penarikan bimbingan secara
langsung
7. Prinsip penyebaran jadwal
8. Prinsip konsekuen dan kondisi yang
menyengankan
9. Prinsip komunikasi terbuka
v
Untuk
menunjang terlaksananya pendidikan IPA dengan baik, harus diperhatikan beberapa
hal antara lain :
1. Faktor guru
2. Faktor murid dan bahan pelajaran
3. Faktor motivasi
4. Sarana penunjang
DAFTAR PUSTAKA
Diakses tanggal 25 November 2013 Pukul 20.08
Drs. Karso,dkk.1993. Dasar-Dasar Pendidikan MIPA Modul 1-6. Jakarta : Penerbit
Universitas Terbuka
Langganan:
Postingan (Atom)